5 Tipe Seks yang Tidak Diinginkan dan Konsekuensinya

Menurut laporan Rape, Abuse & Incest National Network atau RAINN, satu dari sembilan anak gadis, serta satu dari lima puluh tiga anak lelaki, mengalami kekerasan seksual dari orang dewasa.

BAHKAN, lebih dari 80% korban adalah perempuan yang masih berusia di bawah 18 tahun. Anak gadis usia 16-19 tahun lebih rentan menghadapi risiko kekerasan seksual ketimbang tingkatan usia lainnya.

Lalu apa hubungan antara para korban ini dengan akibat seks yang tidak diinginkan atau unwanted sex? Lebih jauh lagi, simak pemaparan jenis kekerasan seksual sebagai berikut.

5 Tipe Seks yang Tidak Diinginkan dan Konsekuensinya

Peneliti Kern dan Peterson dari Institut Kinsey (2019) telah melakukan penelitian terhadap korban kekerasan seksual.

Para peneliti memakai sampel dari responden survey langsung dan online. Hasilnya, terbukti bahwa sekitar 276 peserta pernah mengalami kekerasan seksual.

Sekitar 55% korban kekerasan seksual ini adalah perempuan, sedangkan 4% non-biner, dan sisanya pria. Korban kekerasan seksual ini hampir 50% berstatus sebagai mahasiswa.

Para peneliti menemukan bahwa ada beberapa jenis kekerasan seksual yang diklasifikasikan sebagai berikut.

1. Seks Paksa Aktif (29,3%)

Kategori ini yang dikenal sebagai pemerkosaan pada umumnya. Situasi ini membuat seseorang dipaksa dengan kekuatan tertentu untuk berhubungan seksual.

Misalnya, didorong secara kasar ke satu posisi seks tertentu, atau terjadi ancaman dalam berhubungan seksual.

Akibat kekerasan seksual ini berdampak sangat negatif. Korban pemerkosaan kerap terintimidasi, hingga terisolasi atau mengisolasi diri dari masyarakat.

2. Hubungan Seks Paksa yang Tidak Ada Penolakan (11,9%)

Hubungan seks ini bisa saja terjadi karena korban pemerkosaan sedang mabuk atau sedang di bawah pengaruh obat-obatan tertentu.

Contohnya: sebelum berhubungan seksual, korban tidak bisa memberikan respon untuk menolak karena tertidur atau pingsan. Meski tidak ada respon, kategori ini juga tergolong pemerkosaan karena tidak melibatkan persetujuan kedua pihak.

3. Hubungan Seks yang Memaksa Secara Verbal dan Situasional (31,8%)

Kategori ketiga ini mengacu pada hubungan seks tanpa adanya paksaan fisik, tapi juga tidak ada perstujuan secara verbal.

Kategori ini mengacu kepada situasi di mana seseorang dipersuasi atau dimanipulasi setelah menunjukkan ketidaktertarikannya.

Contohnya: hubungan seks terjadi karena korban merasa terpaksa melakukan seks karena takut diputusi oleh pacarnya. Pelaku menggunakan kemarahan dan memanfaatkan rasa bersalah korban untuk memaksa korban berhubungan seks.

4. Seks Tanpa Paksaan dengan Tujuan Menghindari Sesuatu (19,5%)

Ini adalah situasi di mana seks yang tidak diinginkan dilakukan tanpa paksaan, tetapi mereka setuju untuk melakukan hubungan seks untuk menghindari konsekuensi negatif atau mencegah sesuatu yang tidak diinginkan.

Contohnya: menyetujui berhubungan seks untuk melindungi perasaan seseorang, atau untuk menghindari konflik atau konfrontasi antarpribadi.

5. Hubungan Seks Tanpa Paksaan dengan Tujuan Pendekatan (7,2%)

Ini adalah situasi di mana seks yang tidak diinginkan dilakukan tanpa paksaan, tetapi pelaku dan korban sama-sama bersepakat untuk mengejar hasil positif.

Contohnya: seks dilakukan hanya untuk menjaga mood pasangan, atau dilakukan hanya karena seseorang berharap seks tersebut dapat "mengikat" pasangannya, sehingga tidak akan "putus" atau bercerai di masa yang akan datang.

Konsekuensi Seks yang Tidak Diinginkan

Umumnya, korban seks yang tidak diinginkan atau unwanted sex mengalami penyakit kejiwaan seperti PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder). Korban juga bisa mengalami SVAM atau PTCI.

SVAM atau Sexual Victimization Attribution Measure adalah kondisi di mana korban akan mencari sesuatu untuk disalahkan. Yang paling parah adalah ketika mereka menyalahkan diri sendiri, seperti "itu terjadi karena saya", atau "itu terjadi karena perbuatan saya".

PTCI atau Posttraumatic Cognitions Inventory adalah kondisi di mana korban akan menyalahkan diri sendiri dan melihat segala sesuatu secara negatif, seperti "saya lemah" atau "tidak ada orang yang bisa dipercaya".

Menuju Perubahan Positif

Penting untuk memahami perbedaan di antara jenis-jenis seks yang tidak diinginkan atau kekerasan seksual.

Seks yang dipaksakan, meskipun berstatus sah sebagai pasangan suami istri, tetap termasuk dalam jenis jenis KDRT. Menurut UU no. 23 tahun 2004, 4 bentuk KDRT adalah antara lain:

  • Kekerasan fisik
  • Kekerasan psikis
  • Kekerasan seksual
  • Penelantaran rumah tangga

Secara umum, KDRT adalah kekerasan dalam rumah tangga yang bisa berwujud perlakuan kasar terhadap fisik atau mental setiap anggota rumah tangga. Entah itu, suami, istri, anak, asisten rumah tangga, dll.

Tidak terkecuali, ketika pasangan sah melakukan seks yang tidak diinginkan atau seks secara paksa. Beberapa bentuk kekerasan seksual dapat melibatkan manipulasi emosi dan tekanan psikologis.

Akibat kekerasan seksual ini juga cukup berdampak besar. Sebagai contoh, jika satu pasangan secara konsisten melakukan hubungan seks yang tidak diinginkan, ini bisa dapat digolongkan sebagai KDRT dan memperburuk masalah hubungan pernikahan dari waktu ke waktu.

Dalam hubungan pernikahan, konflik mungkin masih merupakan hal biasa. Tetapi, hubungan seks yang tidak diinginkan, atau lebih buruk lagi dipaksakan, adalah hal yang harus segera ditindaklanjuti secara legal dengan bantuan pihak yang berwenang dan profesional.

Sumber:

5 Types of Unwanted Sex and Their Consequences. https://www.psychologytoday.com/us/blog/experimentations/201910/5-types-unwanted-sex-and-their-consequences. Dilansir dari 23 Oktober 2019.

Kembali ke blog

Tulis komentar

Ingat, komentar perlu disetujui sebelum dipublikasikan.

Produk Rekomendasi

Tutup

Artikel terkait